Menonton film dengan teknologi 3D tentu lebih seru dibandingkan format
film biasa. Namun, jika ini sering dilakukan, apakah dapat berdampak
buruk bagi anak?
Teknologi 3D terbaru menggunakan satu proyektor yang berpindah antara
gambar mata kiri dan kanan sebanyak 144 kali per detik, serta
menggunakan kacamata yang lebih baik.
Metode ini membuat mata kita bekerja hingga batas maksimal. "Bisa diibaratkan, otot mata kita sedang melakukan lari maraton," kata Dr Daryan Angle, ahli mata dari Kanada. Faktanya, sebagian orang tidak dapat memroses efek 3D dengan baik, sehingga pada akhirnya mengalami keluhan seperti sakit kepala selesai menonton.
Metode ini membuat mata kita bekerja hingga batas maksimal. "Bisa diibaratkan, otot mata kita sedang melakukan lari maraton," kata Dr Daryan Angle, ahli mata dari Kanada. Faktanya, sebagian orang tidak dapat memroses efek 3D dengan baik, sehingga pada akhirnya mengalami keluhan seperti sakit kepala selesai menonton.
ilustrasi |
Hal ini bisa terjadi pada orang dewasa dan juga anak-anak. "Efeknya akan lebih berat bagi anak-anak, yang tidak tahu dengan pasti apa yang seharusnya mereka lihat," tambah Dr Angle. Ia merekomendasikan orangtua untuk terlebih dulu memeriksakan mata anaknya. Pemeriksaan penglihatan 3D bisa membantu menemukan apakah anak memiliki masalah pada mata yang akan membuatnya tidak dapat menikmati film 3D.
"Menonton film 3D itu memerlukan kendali otot serta pengelihatan yang baik," jelas Dr Angle. Sementara hingga usia 7 tahun, kemampuan melihat anak masih dalam perkembangan. Jadi, sebaiknya proses perkembangan ini didukung dengan tidak memberinya stimulasi yang berlebihan.
No comments:
Post a Comment